Gua yang berdiameter sekitar 50 meter ini, pertama kali dijelajahi pada 1984 oleh Acintyacunyata Speleological Club (ASC), kelompok penjelajah Gua dari Yogyakarta.
Perjalanan dimulai dari sisi lubang gua yang berdiameter sekitar 50 meter dengan kedalaman sekitar 80 meter. Di sini, Anda menuruni ke dasar Gua Jomblang dengan Teknik Single Rope Technique (SRT). SRT adalah teknik menelusuri gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-medan vertikal.
Setelah sampai di dasar Gua Jomblang, suasana hutan purba dan tumbuhan khas di tempat ini telah mengalami evolusi, karena hanya menerima sedikit sinar matahari. Uniknya, beberapa tumbuhan yang hidup di sini merupakan tumbuhan endemik yang tidak ditemui di atas permukaan gua.
Setelah itu, Anda akan menyusuri lorong menembus perut bumi dari Gua Gomblang menuju Gua Grubug sekitar 300 meter. Untuk masuk ke dalam, traveler harus berhati-hati karena jalan yang dilalui sangat licin akibat tetesan air yang terus mengalir dari stalagtit gua.
Di akhir lorong gua, Anda pun akan tiba di pintu Gua Grubug. Sebongkah batu gamping yang selama ini menjadi ikon Gua Grubug akan terlihat. Batu tersebut berdiri kokoh dan berwarna putih susu. Melihat ke atas batu, ada air abadi yang mengandung karbonat dan terus keluar dari celah-celah stalagtit gua, menetes seperti gerimis hujan.
Sebuah lubang sebesar 10 meter menganga di atas Gua Grubug Dubang danĀ ditutup tumbuhan yg menjalar di atas lubang. Dari sinilah sumber cahaya matahari membentuk pemandangan siluet-siluet yang mengagumkan yang biasa disebut ‘Cahaya Surga’.